Timor Leste dalam kenangan
Flashback cerita
Timor-timur sebuah provinsi ke 27 Republik Indonesia yang kini menjadi negara merdeka masih meninggalkan seberkas ingatan di memory saya. Tak pernah terbayang ketika itu saya masih kelas 3 SD di penghujung tahun 1989 harus mengikuti orangtua yang pindah tugas ke timor-timur. Tak ada terlintas seperti apa wilayah ini, akan seperti apa jadinya disana dan bagaimana penduduknya,yang ada dalam benak seorang anak kecil ketika itu adalah tetap ceria mengikuti orang tua dan tetap berkumpul bersama keluarga tercinta. Di perjalanan barulah kami tahu bahwa ini wilayah gawat, masih perang gerilya dan ada GPK alias Gerombolan Pengacau Keamanan.
Singkatnya mendaratlah kami di bandara Comoro dan sepanjang jalan melihat-lihat situasi yang terlihat alamnya yang kering dan bukit gundul di sisi jalan serta banyak mobil taxi berseliweran. Situasi kota saat itu agak lengang tidak seramai bayangan saya untuk kota selevel kota provinsi tetapi secara keseluruhan saya menikmati suasana baru dan perjalanan ketika itu. Beberapa hari kemudian setelah beristirahat kami beranjak dari kota Dilli menuju Kabupaten Manufahi, mobil start pagi hari keluar kota Dilli menuju Taibesi melewati bukit Dare, kabupaten Aileu, melintasi Kecamatan Maubessi yang dingin, pemandangan gunung Cablakinya top abis plus bunga Edelweis di pinggir jalan,serta terlihat beberapa pos tentara di atas bukit dan terakhir melalui perbatasan Ainaro sebelum masuk kota Manufahi.
Kota Manufahi atau Same secara geografis terletak di ketinggian pastinya di kaki gunung Cablaki entah berapa mdpl (blm sempat ngukur ato melihat di Google) suhunya dingin, udaranya bersih dan air sungainya bening. Hari pertama di pagi hari banyak terlihat keramaian di jalanan karena aktivitas penduduk lalu lalang ke pasar dan beberapa teriakan penjual roti paung/pa'un. Apa sih ini ? keheranan saya pagi itu bertambah saat melihat beberapa orang lewat sambil berteriak pa'ung dan menggendong buntalan karung tepung ternyata mereka adalah penjaja roti khas timor yang enak saat masih panas dan keras saat sudah lama didiamkan. Saya cobain ternyata lumayan rasanya tawar dan lebih enak dimakan bersama kopi ato teh.
Last destination keluarga saya adalah Desa Betano, letaknya di tepi pantai berpasir hitam, cuacanya panas dan kental aroma pertaniannya. Tofografi tanahnya yang landai membuat penduduk disini banyak bertani menanam jagung dan membuka sawah serta beberapa adalah nelayan tradisional. Disini saya menghabiskan masa kecil dilahan pertanian, membiasakan naik kuda ke sekolah, bermain bersama teman gembala kerbau, menembak burung, menangkap ikan di sungai dan mencicipi nasi jagung plus sayur koto. Secara umum masyarakat Betano tinggal di rumah berdinding pelepah daun sagu (bifak/bebak)
Di Betano ini juga saya berkesempatan mencoba berbagai senjata laras panjang,seperti SP dan Mouser bergagang kayu, Ruger mini milik Polisi/Binpolda Betano waktu itu Pak Wayan Jagra, M-16 milik tentara yonif 512 Rampal Malang yang ngepos di Pos Boifu-Raifusa dan megang granat manggis (megang aja sudah cukup tidak disarankan untuk mencoba meledakkan)
Saat itu hanya kopasus dan team Nanggala atau mungkin Yonif Linud yang memakai senjata serbu jenis FNC/SS, jaman itu keren nih senjata bisa di lipat serta belum banyak pasukan yang memakai.
Masa melanjutkan SD di SDN 6 Betano buat anak kecil rasanya senang sekali, karena tiap pagi kadang berjalan kaki ke sekolah kecuali jalan berlumpur maka kita naik kuda dan pulang sekolah bisa main ketapel dengan sasaran buah mangga disisi jalan atau balap kuda finish di sungai.
Saat libur biasanya anak-anak seumuran pada mancing di muara sungai karau ulun, memancing ke tengah laut, memandikan kuda atau kadang melihat tentara mengranat ikan di muara. Kadang kalau usil kita anak SD suka memakai motor dinas bapak, mengendarai mobil toyota kijang milik Badan Otorita Betano dan ikut nyopirin traktor besar MF 240 (Massey Ferguson) dan Kubota.
Beberapa teman dan guru yang saya ingat adalah Pak Remi (efransius remi) beliau baik banget karena saya sering makan ikan di mess guru pada jam sekolah, Pak Armando dan Pak Siprinus Rongga dari Flores. Teman sepermainan masa SD ada Dominggus Pereira yang punya kuda, Fransisco Amaral, Orlando Pereira, Jaimito Dos Santos, dan Armandhino Soares. Spesial teman mancing saya Luis Pereira dan Om Julio De Araujo staffnya bapak entah bagaimana nasibnya kini.
Masa SMP di SMPN 2 Same merupakan masa survival karena dikirim ortu untuk mandiri tinggal dengan Pak Nyoman mantan staffnya bapak dan belajar mengurus kepentingan pribadi secara mandiri. Akibat tinggal berjauhan dari orangtua maka harus rajin bolak-balik sendiri dari Betano-Same naik mikrolet tiap kangen ortu sekalian untuk merefresh keuangan. Kegiatan seperti itu merupakan rutinitas mingguan disaat kangen orang tua bahkan perjalanan dari Bali-Dilli pernah juga dijalani sendiri naik kapal laut KM Dobonsolo saat liburan SMA atas nama kangen keluarga dan sedikit bumbu nekat.
Hanya ada dua sekolah Negeri setingkat SMP di Kabupaten Manufahi yaitu SMP Negeri 1 di Desa Babulu dan SMP Negeri 2 di Wilayah Kota mungkin tepatnya di Desa Letefoho. Atas pertimbangan tertentu maka dipilihlah SMP Negeri 2 Same sebagai tempat melanjutkan sekolah. Secara umum kegiatan belajar mengajarnya seperti sekolah-sekolah pada umumnya hanya kegiatan etxtra sekolahnya yang menurut saya baik untuk menempa mental dan kepribadian. Ekstra pramuka yang saya ikuti benar-benar membentuk mental di bawah naungan saka Bhayangkara polres Manufahi kita banyak belajar morse, sandi serta survival, prestasi tertingginya pernah runer up lomba LT4 tingkat Provinsi dan tentunya saya pimpinan regunya/pinru (maaf sedikit GR) kalo level kabupaten selalu nomero uno, begitu pula lomba gerak jalan dan akademis jaman itu sekitar tahun 1992 sd 1995 SMP Negeri 2 Same juaranya. Pak Guru yang care pada jaman itu adalah Pak Ketut Widhiasa, Pak Supriyanto, Pak Didik, Pak Silvester dan Guru Bahasa Inggris Pak Aloysius Fore Seran, salam hormat saya untuk beliau-beliau ini. Teman-teman yang masih diingat pastinya Si Agustinus " tolo" kame, Yohanes 'Jon" Moa, Eka Sandhi Yudha, Yus 'gendut" Ismanto, Marthen, Kanisius Nesi, Anton "tonki", Norbertus ratrigis, Moises Tilman, Jose da Costa, Manuel, Agusto Tilman, Julia Dos Reis , Neneng Komala, A Sun dan Mina Chung serta banyak yang tidak bisa saya sebutkan semoga sehat dan sejahtera semua.
Saya meninggalkan Same tahun 1995 untuk melanjutkan sekolah di Bali dan kemudian sempat sekali mengunjungi orang tua sebelum jajak pendapat dan tidak sempat lagi kembali ke Timor Leste karena tahun 1999 sudah jajak pendapat. Next time apabila memungkinkan saya akan datang bersama keluarga anak dan istri tercinta yang kebetulan suka traveling sebagai wisatawan dan pastinya gak pake guide karena bahasa tetun saya masih cukup baik.
Terlepas dari sejarah politik lepasnya Timor-Timur saya merasakan banyak hal positif yang mewarnai sebagian masa kecil saya dan timor leste bisa dikatakan rumah ke dua bagi saya. Semoga hari ini dan di masa depan teman-teman yang masih di Timor leste bisa lebih baik, maju dan sejahtera.
Saya tutup postingan ini dengan ucapan Obrigado ba hau nia colega hotu iha Timor leste, moris diak ba ita hotu iha Indonesia ho Timor leste.
Timor-timur sebuah provinsi ke 27 Republik Indonesia yang kini menjadi negara merdeka masih meninggalkan seberkas ingatan di memory saya. Tak pernah terbayang ketika itu saya masih kelas 3 SD di penghujung tahun 1989 harus mengikuti orangtua yang pindah tugas ke timor-timur. Tak ada terlintas seperti apa wilayah ini, akan seperti apa jadinya disana dan bagaimana penduduknya,yang ada dalam benak seorang anak kecil ketika itu adalah tetap ceria mengikuti orang tua dan tetap berkumpul bersama keluarga tercinta. Di perjalanan barulah kami tahu bahwa ini wilayah gawat, masih perang gerilya dan ada GPK alias Gerombolan Pengacau Keamanan.
Singkatnya mendaratlah kami di bandara Comoro dan sepanjang jalan melihat-lihat situasi yang terlihat alamnya yang kering dan bukit gundul di sisi jalan serta banyak mobil taxi berseliweran. Situasi kota saat itu agak lengang tidak seramai bayangan saya untuk kota selevel kota provinsi tetapi secara keseluruhan saya menikmati suasana baru dan perjalanan ketika itu. Beberapa hari kemudian setelah beristirahat kami beranjak dari kota Dilli menuju Kabupaten Manufahi, mobil start pagi hari keluar kota Dilli menuju Taibesi melewati bukit Dare, kabupaten Aileu, melintasi Kecamatan Maubessi yang dingin, pemandangan gunung Cablakinya top abis plus bunga Edelweis di pinggir jalan,serta terlihat beberapa pos tentara di atas bukit dan terakhir melalui perbatasan Ainaro sebelum masuk kota Manufahi.
Kota Manufahi atau Same secara geografis terletak di ketinggian pastinya di kaki gunung Cablaki entah berapa mdpl (blm sempat ngukur ato melihat di Google) suhunya dingin, udaranya bersih dan air sungainya bening. Hari pertama di pagi hari banyak terlihat keramaian di jalanan karena aktivitas penduduk lalu lalang ke pasar dan beberapa teriakan penjual roti paung/pa'un. Apa sih ini ? keheranan saya pagi itu bertambah saat melihat beberapa orang lewat sambil berteriak pa'ung dan menggendong buntalan karung tepung ternyata mereka adalah penjaja roti khas timor yang enak saat masih panas dan keras saat sudah lama didiamkan. Saya cobain ternyata lumayan rasanya tawar dan lebih enak dimakan bersama kopi ato teh.
Last destination keluarga saya adalah Desa Betano, letaknya di tepi pantai berpasir hitam, cuacanya panas dan kental aroma pertaniannya. Tofografi tanahnya yang landai membuat penduduk disini banyak bertani menanam jagung dan membuka sawah serta beberapa adalah nelayan tradisional. Disini saya menghabiskan masa kecil dilahan pertanian, membiasakan naik kuda ke sekolah, bermain bersama teman gembala kerbau, menembak burung, menangkap ikan di sungai dan mencicipi nasi jagung plus sayur koto. Secara umum masyarakat Betano tinggal di rumah berdinding pelepah daun sagu (bifak/bebak)
Di Betano ini juga saya berkesempatan mencoba berbagai senjata laras panjang,seperti SP dan Mouser bergagang kayu, Ruger mini milik Polisi/Binpolda Betano waktu itu Pak Wayan Jagra, M-16 milik tentara yonif 512 Rampal Malang yang ngepos di Pos Boifu-Raifusa dan megang granat manggis (megang aja sudah cukup tidak disarankan untuk mencoba meledakkan)
Saat itu hanya kopasus dan team Nanggala atau mungkin Yonif Linud yang memakai senjata serbu jenis FNC/SS, jaman itu keren nih senjata bisa di lipat serta belum banyak pasukan yang memakai.
Masa melanjutkan SD di SDN 6 Betano buat anak kecil rasanya senang sekali, karena tiap pagi kadang berjalan kaki ke sekolah kecuali jalan berlumpur maka kita naik kuda dan pulang sekolah bisa main ketapel dengan sasaran buah mangga disisi jalan atau balap kuda finish di sungai.
Saat libur biasanya anak-anak seumuran pada mancing di muara sungai karau ulun, memancing ke tengah laut, memandikan kuda atau kadang melihat tentara mengranat ikan di muara. Kadang kalau usil kita anak SD suka memakai motor dinas bapak, mengendarai mobil toyota kijang milik Badan Otorita Betano dan ikut nyopirin traktor besar MF 240 (Massey Ferguson) dan Kubota.
Beberapa teman dan guru yang saya ingat adalah Pak Remi (efransius remi) beliau baik banget karena saya sering makan ikan di mess guru pada jam sekolah, Pak Armando dan Pak Siprinus Rongga dari Flores. Teman sepermainan masa SD ada Dominggus Pereira yang punya kuda, Fransisco Amaral, Orlando Pereira, Jaimito Dos Santos, dan Armandhino Soares. Spesial teman mancing saya Luis Pereira dan Om Julio De Araujo staffnya bapak entah bagaimana nasibnya kini.
Masa SMP di SMPN 2 Same merupakan masa survival karena dikirim ortu untuk mandiri tinggal dengan Pak Nyoman mantan staffnya bapak dan belajar mengurus kepentingan pribadi secara mandiri. Akibat tinggal berjauhan dari orangtua maka harus rajin bolak-balik sendiri dari Betano-Same naik mikrolet tiap kangen ortu sekalian untuk merefresh keuangan. Kegiatan seperti itu merupakan rutinitas mingguan disaat kangen orang tua bahkan perjalanan dari Bali-Dilli pernah juga dijalani sendiri naik kapal laut KM Dobonsolo saat liburan SMA atas nama kangen keluarga dan sedikit bumbu nekat.
Hanya ada dua sekolah Negeri setingkat SMP di Kabupaten Manufahi yaitu SMP Negeri 1 di Desa Babulu dan SMP Negeri 2 di Wilayah Kota mungkin tepatnya di Desa Letefoho. Atas pertimbangan tertentu maka dipilihlah SMP Negeri 2 Same sebagai tempat melanjutkan sekolah. Secara umum kegiatan belajar mengajarnya seperti sekolah-sekolah pada umumnya hanya kegiatan etxtra sekolahnya yang menurut saya baik untuk menempa mental dan kepribadian. Ekstra pramuka yang saya ikuti benar-benar membentuk mental di bawah naungan saka Bhayangkara polres Manufahi kita banyak belajar morse, sandi serta survival, prestasi tertingginya pernah runer up lomba LT4 tingkat Provinsi dan tentunya saya pimpinan regunya/pinru (maaf sedikit GR) kalo level kabupaten selalu nomero uno, begitu pula lomba gerak jalan dan akademis jaman itu sekitar tahun 1992 sd 1995 SMP Negeri 2 Same juaranya. Pak Guru yang care pada jaman itu adalah Pak Ketut Widhiasa, Pak Supriyanto, Pak Didik, Pak Silvester dan Guru Bahasa Inggris Pak Aloysius Fore Seran, salam hormat saya untuk beliau-beliau ini. Teman-teman yang masih diingat pastinya Si Agustinus " tolo" kame, Yohanes 'Jon" Moa, Eka Sandhi Yudha, Yus 'gendut" Ismanto, Marthen, Kanisius Nesi, Anton "tonki", Norbertus ratrigis, Moises Tilman, Jose da Costa, Manuel, Agusto Tilman, Julia Dos Reis , Neneng Komala, A Sun dan Mina Chung serta banyak yang tidak bisa saya sebutkan semoga sehat dan sejahtera semua.
Saya meninggalkan Same tahun 1995 untuk melanjutkan sekolah di Bali dan kemudian sempat sekali mengunjungi orang tua sebelum jajak pendapat dan tidak sempat lagi kembali ke Timor Leste karena tahun 1999 sudah jajak pendapat. Next time apabila memungkinkan saya akan datang bersama keluarga anak dan istri tercinta yang kebetulan suka traveling sebagai wisatawan dan pastinya gak pake guide karena bahasa tetun saya masih cukup baik.
Terlepas dari sejarah politik lepasnya Timor-Timur saya merasakan banyak hal positif yang mewarnai sebagian masa kecil saya dan timor leste bisa dikatakan rumah ke dua bagi saya. Semoga hari ini dan di masa depan teman-teman yang masih di Timor leste bisa lebih baik, maju dan sejahtera.
Saya tutup postingan ini dengan ucapan Obrigado ba hau nia colega hotu iha Timor leste, moris diak ba ita hotu iha Indonesia ho Timor leste.
Comments
Mungkin suatu saat apabila situasi dan kondisi mengijinkan saya dan keluarga ingin berkunjung kembali ke same sebagai "tourista" karena sebagian masa kecil saya masih tertinggal Betano dan Same.
Moris diak ba ita hotu, moris diak ba timor leste ho indonesia
Salam
Salam